Ngawi, presstoday.id – Polemik hukum di Ngawi kembali menyita perhatian publik setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngawi digugat melalui praperadilan. Gugatan ini diajukan oleh Notaris Nafiaturrohmah, tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi pengadaan lahan PT GFT di Desa/Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi.
Sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Ngawi, Senin 15/9 batal dilaksanakan karena pihak Kejari selaku termohon tidak hadir. Majelis hakim kemudian menjadwalkan ulang persidangan dengan nomor perkara 1/Pid.Pra/2025/PN Ngw. Selasa 16/9.
Kuasa hukum pemohon, Heru Nugroho, menilai ketidakhadiran jaksa dalam sidang perdana sebagai hal yang ironis.
“Termohon ini penegak hukum, tapi justru tidak hadir di persidangan. Seharusnya memberi contoh ketaatan hukum,” ujar Heru.
Lebih jauh, Heru menuding penetapan tersangka terhadap kliennya cacat prosedur. Ia menyoroti sejumlah hal, mulai dari belum adanya izin pemeriksaan dari Majelis Kehormatan Notaris (MKN), keluarnya dua SPDP dan dua sprindik, hingga dugaan pelanggaran atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130 yang mewajibkan SPDP disampaikan maksimal tujuh hari kepada tersangka.
“Kalau bicara gratifikasi, tentu ada pemberi dan penerima. Pertanyaannya, siapa yang memberi, siapa yang menerima, dan berapa nilainya? Sampai sekarang tidak jelas, tapi klien kami yang dikriminalisasi,” tegasnya.
Heru menambahkan, Nafiaturrohmah hanya menjalankan tugas sebagai pejabat umum yang membuat akta sesuai permintaan para pihak. Ia mendesak kejaksaan membuka fakta hukum secara transparan agar tidak menimbulkan kecurigaan publik.
Kasus ini menjadi perhatian karena untuk pertama kalinya Kejari Ngawi menghadapi gugatan praperadilan. Banyak pihak menilai perkara ini dapat menjadi preseden penting dalam memastikan proses penegakan hukum berjalan adil, akuntabel, dan bebas intervensi.
Aris Toha M
Tim Redaksi